Neuromatematika tidak hanya mempelajari bagaimana otak memproses angka atau pola ketika sudah mahir, tetapi juga bagaimana manusia mempelajari matematika sejak awal. Proses belajar matematika ternyata tidak sesederhana menghafal simbol dan rumus. Ia melibatkan jaringan saraf yang sangat kompleks, mulai dari persepsi visual, memori, hingga kemampuan berpikir abstrak. Dengan memahami bagaimana otak belajar matematika, kita dapat menciptakan metode pendidikan yang lebih efektif dan sesuai dengan cara kerja otak.

Neuromatematika: Otak Membangun Konsep Matematika

Pembelajaran matematika dimulai dari number sense, kemampuan alami otak untuk mengenali jumlah tanpa simbol. Kemampuan ini menjadi dasar bagi anak-anak untuk memahami konsep lebih rumit seperti penjumlahan dan pengurangan. Neuromatematika menunjukkan bahwa ketika anak belajar menghitung, aktivitas meningkat pada intraparietal sulcus (IPS), pusat pemrosesan kuantitas. IPS bekerja sebagai “kalkulator biologis” yang menghubungkan angka dengan representasi besarnya.

Ketika anak mulai belajar simbol angka, area otak lain ikut bekerja, khususnya angular gyrus yang membantu mengaitkan simbol dengan maknanya. Proses ini mirip seperti belajar membaca—otak tidak secara alami mengenali angka, sehingga ia harus membangun jalur saraf baru untuk memprosesnya. Latihan berulang membantu memperkuat jalur ini sehingga proses pengenalan angka menjadi otomatis.

Dalam pembelajaran matematika tingkat lanjut, seperti geometri atau aljabar, prefrontal cortex memainkan peran penting. Wilayah ini terlibat dalam pemikiran abstrak, perencanaan, dan pemecahan masalah. Ketika siswa mencoba memahami hubungan variabel atau memvisualisasikan bentuk, area otak ini bekerja keras membangun model mental. Itulah mengapa belajar matematika dapat terasa berat—otak sedang membentuk pola pikir baru yang sebelumnya tidak ada.

Neuromatematika juga menjelaskan mengapa metode pembelajaran tertentu lebih efektif

Misalnya, penggunaan gambar, manipulatif, atau diagram membantu otak memahami konsep yang abstrak. Visualisasi mengaktifkan visual cortex dan menghubungkannya dengan jalur kuantitatif di IPS, membuat konsep lebih mudah dipahami daripada hanya menggunakan rumus.

Bidang ini juga memberikan wawasan tentang kesulitan belajar matematika, seperti dyscalculia. Anak dengan kondisi ini bukan tidak pintar, tetapi memiliki jaringan saraf di IPS yang berkembang lebih lambat atau tidak optimal. Dengan pendekatan neuromatematika, guru dapat menyesuaikan metode mengajar agar lebih sesuai dengan struktur otak siswa.

Di era modern, neuromatematika juga digunakan dalam pengembangan aplikasi pendidikan dan teknologi pembelajaran berbasis AI. Sistem-sistem ini dapat menilai gaya belajar individu dan memberikan latihan yang tepat untuk memperkuat jalur saraf matematika secara personal.

Neuromatematika membuktikan bahwa belajar matematika adalah proses biologis yang kompleks, bukan hanya proses akademik. Dengan memahami cara kerja otak, kita dapat membangun pendidikan matematika yang lebih inklusif, efektif, dan menyenangkan bagi semua pelajar.