Dalam antropologi teknologi, salah satu tema besar yang sering dibahas adalah bagaimana alat yang diciptakan manusia memengaruhi pembagian kerja dan struktur ekonomi. Dari masa berburu hingga era digital saat ini, teknologi selalu menjadi faktor utama yang mengubah cara manusia bekerja, berkolaborasi, dan mengatur kehidupan ekonominya. Setiap inovasi baru tidak hanya menciptakan alat baru, tetapi juga mengubah peran sosial dalam masyarakat.
Teknologi Pembagian Kerja: Alat Membentuk Ekonomi Manusia
Pada masa pra-agrikultur, pembagian kerja sangat sederhana. Kelompok manusia dibagi berdasarkan kekuatan fisik dan kemampuan alami. Pria biasanya berburu, sementara perempuan mengumpulkan tanaman dan merawat anak. Namun, ketika alat batu semakin berkembang, kemampuan memproduksi alat pun menjadi peran penting dalam kelompok. Pembuat alat yang mahir memiliki status sosial lebih tinggi karena mereka menyediakan kebutuhan dasar komunitas.
Revolusi besar berikutnya terjadi ketika manusia menemukan pertanian. Teknologi seperti bajak, alat panen, dan irigasi menciptakan pembagian kerja yang lebih kompleks. Ada petani, penggembala, pengrajin, dan pedagang. Pertanian menghasilkan surplus makanan, yang memungkinkan munculnya kelas-kelas sosial baru. Dalam perspektif antropologi, teknologi pertanian adalah titik awal terbentuknya ekonomi terstruktur dan masyarakat hierarkis.
Pembagian kerja mengalami transformasi drastis
Mesin uap, pabrik tekstil, dan alat mekanis membuat pekerjaan manual digantikan oleh tenaga mesin. Masyarakat berubah dari petani menjadi pekerja industri yang hidup berdasarkan jam kerja dan upah. Perubahan ini melahirkan kelas pekerja, kelas pengusaha, dan sistem ekonomi kapitalis. Teknologi pada masa ini menjadi motor utama pergeseran ekonomi global.
Di abad ke-20, komputer mengubah kembali pembagian kerja. Tugas yang sebelumnya dilakukan manusia, seperti pencatatan, perhitungan, dan pengarsipan, dialihkan ke mesin digital. Profesi baru muncul: programmer, analis data, operator komputer. Teknologi digital memperluas konsep kerja, menjadikan informasi sebagai sumber nilai ekonomi.
Kini, dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI), struktur kerja kembali berubah. AI mampu menjalankan tugas administratif, kreatif, hingga analitis. Banyak pekerjaan yang dulunya membutuhkan waktu berjam-jam kini dapat diselesaikan dalam hitungan detik. Sementara itu, pekerjaan baru muncul dalam bidang robotika, machine learning, dan otomasi. Dalam antropologi teknologi, fenomena ini disebut sebagai “gelombang ketiga pembagian kerja,” di mana manusia berkolaborasi dengan mesin yang mampu belajar.
Teknologi tidak hanya membentuk cara manusia bekerja, tetapi juga nilai dan budaya kerja. Konsep produktivitas, efisiensi, dan inovasi semuanya lahir dari perkembangan alat. Bahkan cara manusia menilai status sosial sering kali terkait dengan penguasaan teknologi tertentu.
Dengan demikian, antropologi teknologi menunjukkan bahwa pembagian kerja bukan sekadar desain ekonomi, tetapi hasil evolusi alat dan inovasi manusia. Selama teknologi terus berkembang, struktur kerja manusia pun akan terus berubah mengikuti arah inovasi tersebut.