Dalam neuromatematika, salah satu topik penting adalah bagaimana otak menyimpan dan mengingat konsep matematika. Matematika sering dianggap sulit karena melibatkan simbol, aturan, dan pola abstrak. Namun, di balik kemampuan mengingat rumus atau memahami konsep, terdapat sistem memori otak yang bekerja secara terkoordinasi. Neuromatematika mempelajari bagaimana memori jangka pendek, memori kerja, dan memori jangka panjang berperan dalam penguasaan matematika.

Neuromatematika dan Memori

Ketika seseorang mempelajari konsep baru, seperti rumus aljabar atau teorema geometri, proses pertama yang aktif adalah working memory atau memori kerja. Bagian otak yang terlibat terutama adalah prefrontal cortex. Memori kerja bertugas memegang informasi sementara saat otak memproses langkah per langkah, misalnya ketika siswa menghitung 37 × 24 dengan teknik manual.
Memori kerja inilah yang sering membuat matematika terasa “berat,” karena kapasitasnya terbatas dan cepat penuh.

Untuk mengurangi beban ini, otak menggunakan long-term memory atau memori jangka panjang. Konsep yang sudah dipahami dan diaplikasikan berulang kali akan disimpan dalam hippocampus sebelum disebarkan ke berbagai area kortikal. Misalnya, seseorang tidak perlu lagi mengingat cara dasar penjumlahan karena prosesnya sudah otomatis tersimpan sebagai “skema matematis.”

Skema ini menjadi dasar bagi pemahaman matematika tingkat lanjut. Semakin kuat skema tersebut, semakin mudah seseorang memahami konsep baru yang lebih kompleks. Neuromatematika menyebutnya sebagai chunking, yaitu ketika otak mengelompokkan informasi kecil menjadi satu unit yang lebih besar, sehingga proses berpikir menjadi lebih efisien.

Memori pola juga menjadi bagian penting dalam matematika

Parietal cortex, yang berperan dalam memproses numerik, bekerja sama dengan visual cortex untuk menyimpan pola grafik, bentuk, atau struktur aljabar. Inilah alasan mengapa diagram, grafik, dan model visual sangat membantu pembelajaran matematika—otak lebih mudah mengingat pola daripada simbol murni.

Neuromatematika juga memberikan wawasan dalam mengatasi hambatan memori dalam matematika. Siswa yang tampak “lambat” bukan karena kurang cerdas, tetapi karena memori kerja yang cepat penuh. Teknik seperti spaced repetition, manipulatif visual, dan pembelajaran berbasis konteks terbukti mampu memperkuat jalur memori matematika.

Selain itu, emosi ternyata ikut memengaruhi kemampuan mengingat matematika. Rasa cemas saat belajar matematika dapat mengganggu memori kerja, sehingga otak kesulitan memproses informasi baru. Amygdala, pusat emosi, menjadi terlalu aktif dan menghambat fokus. Dengan memahami hal ini, pendidik dapat menciptakan suasana belajar yang lebih tenang dan aman untuk mendukung pembentukan memori jangka panjang.

Neuromatematika juga berperan dalam teknologi pembelajaran modern. Aplikasi belajar berbasis AI dirancang dengan memahami cara otak menyimpan informasi, sehingga materi diberikan secara bertahap sesuai ritme memori biologis.

Studi ini menunjukkan bahwa menguasai matematika bukan soal hafalan semata, tetapi hasil kerja sama kompleks antara memori kerja, memori jangka panjang, dan pemahaman konsep.